Saturday, 28 February 2015

ini memang jauh dari kata sempurna, Wajah, Fisik, dan Kecerdasanku Semuanya terbatas Tetapi bukan berarti dengan keterbatasanku ini, Kau bisa menyakitiku hingga aku merasa…….. Aku tak sanggup lagi………. * Tuhan……….. Mengapa Kau pertemukan aku dengan dia, Jika kini pertemuan itu membuatku tersiksa? Mengapa Kau hadirkan dia di kehidupanku, Jika kini hidupku menjadi hancur karenanya? Mengapa Kau hadirkan senyumnya di hadapanku, Jika kini aku tak mampu melupakan senyumannya itu? Walaupun dia telah melukai aku Kini aku tersiksa….. Karena aku tak mampu menghapus bayangnya di benakku, Illahi Robbi……… Aku harus bagaimana ? * Di saat aku membutuhkanmu Kamu pergi, Di saat aku mengharapkanmu, Untuk ada di sampingku, Kamu menghilang, Di saat diri ini lemah dan terluka Kau tak pernah ada, Inikah balasanmu padaku, Yang selalu ada untukmu, Di saat kau membutuhkan aku, Inilah balasanmu untukku. Yang tak pernah letih mencintaimu? Walaupun kau terus menerus menorehkan luka di hatiku, Inikah balasanmu terhadap ku yang selalu mengalah, Melawan keegoisanmu? Aku yang berharap, Kau dapat menjaga hati ini, Agar tak berujuang rapuh, Malah kau tancapkan panah kepedihan, Yang akhirnya hati ini, Menjadi lumpuh. * Inilah aku, Yang selalu mencurahkan apa yang aku rasa menjadi sebuah puisi, yang sebenarnya bagiku belum pantas, disebut puisi, karena kata-katanya yang masih amburadul, Tapi semua yang aku tulis itu, kenyataan, karena aku benar-benar merasakannya, Sudah banyak puisi yang aku hasilkan akibat rasa perih yang aku rasa, dari mulai puisi sakit hati karena di khianati, dibohongi dan dilukai dengan berbagai cara. Aku mencurahkan semuanya ke dalam sebuah puisi, karena aku tak pernah bisa berbagi atau menceritakan masalahku kepada orang lain. Aku selalu memendamnya sendiri, tanpa ingin orang lain tahu apa masalahku.

Friday, 6 February 2015

                                          cinta keu dek cut





Saket ulee,mata teungeut.
Saleh peujeut,teuhieng gusi
Mungken sebab,pajoh ranuep.
Saboh tubuet, ata nek bi.
Oh lon pike,haloh bacuet.
Lon meuranteup,lua nanggri.
Kabeh publoe,pade jakeut.
Mandum kuseut,han padoli.
Demi cinta,keu adek cut.
Bah meutumuet,lon sayangi.
Harapan lon,bek dipeungeut.
Beujeut keubuet,cok keu istri.
Sabe lon yue,jak bak neubeut.
Jroh e'tikeut,baek budi.
Bek ji teumeung,agam jeuheut.
Luweu disuet, jiploh gunci.
Sithon tempo,hai apacut.
Bak tanggai peut,lon di taki.
Jipugah droe,saket lam pruet.
Saleuh peujeut,tan jitukri.
Ulon tanyoeng,leumah leumbut.
Pakon dek cut,pue terjadi.
Pue na geupoh,nibak neubeut.
Na geusinuet,uleh abi.
Jiduek seungap,tan dijaweub.
Han diteujeut,sang nibak hi.
Lon kirem peng,sijuta peut.
Nak puleh pruet,jak bak meuntri.
Timoh lam glee,meudang jeubeut.
Miseu oen kruet,mubee wangi.
Ci neubaca,beu meusaneut.
Pue ulon yuep,neu peurati.
Nyoe ho katroh,ratoh ku seut.
Ka meu reut-reut,puta-putie.
Sang han mangat,ulon teungeut.
Ingat dek cut,saban hari.
Bak sang lon woe,hate meuheut.
Han ek kaluet,luwa nanggri.
Ek peusawat,meuhat poh peut.
Troh u punteut,malam hari.
Bak lon kalon,sang teugancheut.
Si adek cut, lon cintai.
Pakon dijih,ka raya pruet.
Meusoe mubuet,sak boh campli.
Kalheuh kawen,canden pocut.
Bak rumoh beut,geunikahi
Wap geutumee,diyuep bak kruet.
Maen puep-puep,ngon si ADI.
Saket hate,hanjut keubut.
Tega dek cut,ji meulani.
Sampe hate,lon di peungeut.
Ulon di seut,racon dibi.
Kasep oh noe,jaroe kuweut.
Kabeh daweut,pena ini.
Pue tatuleh, bareh santeut
Tan soe jaweub,lon tan ahli.

CINTA TIGA SEGI

Monday, 2 February 2015

                                               SOSOK SENJA
Membuncah dibatu karang, melenggang.
Iringi nyanyian parau sang bayu, berlalu.
Menjelma seiring dawai senja.
Lihatlah ia
tiada meretak dendang dambaku.
Dan saat gemuruh ombak menyeruak,
seraya kidungkan lagu jiwa.
Ia mampu bercerita
tentang asa,
tentang dunia dan hati.
Kian lembut merajuk dalam bayang.
Mengukir rindu yang enggan terbenam.
Panorama indah,
berbias semu,
tetap merdu,
syahdu dalam kalbu,
berdendang teguh dalam nurani.
Ia mampu tepiskan lara hati.




                                         KARNA AKU BUKAN SIAPA2





Takdir kisahkan tanah basah pagi ini.
Seperti jelas yang terlihat.
Tapi terus saja kumeminta dari tetapan
dimana itu terlanjur telah dibuat.
Jalanku pun dikendali sesuatu
sehingga tak tahu akan ada apa
didepan sana.
Namun bila sesampai
langkah ini didepan sana dan akan
lagi dipertunjukkan tentang apa?
Sedang
terdapat kelompok burung terbang
ikuti komando dari penguasa terdepannya.
Perintah siapa hingga
pimpinan itu menukik keutara
diikuti kawanannya ke utara pula.
Takdir jugalah sering tempatkan
waktu dari tiap sela kejadiannya.
Mungkin waktu pula berjalan
dirangkai paralel disamping
berjalannya dalam seri
rangkaiannya.
Dan bohongku dimana
kadang merasakan lega disamping
pula dihantui rasa sesaknya.
Senyum itu hanyalah dustaku demi
tutupi nganga luka ditempat jauh
didalam sana.
Akupun merelakan
kepergian, bahkan biarpun dari
semua yang sudah ditemukan itu.
Ternyata begitu jernih lebihi mulia
nya air mata, yang disebut ketulusan
itu.
Dan takdir pun telah tuliskan
kejadianku untuk kemudian
diceritakanNya. Aku hanyalah
sesuatu yang dikendali Sesuatu dan
yang mustahil bisa dapat berbuat
apa-apa.
Karena aku bukanlah apa-apa.






                                                            TULUS




Ialah ketulusan yang tak pernah
mengungkit yang tidak pula
menuntut.
Warnanya begitu jernih
yang tiada pernah jadikan sakit yang
tak pula dibayang dibayangi
perasaan takut.
Dan sampai sampai saat ini
perempuan Gaza merelakan
pundaknya sebagai tempat dudukan
peluncuran peluru.
Dan sampai saat ini seorang ibu menahan
tangisnya memakaikan anaknya rompi
berbalut bom waktu. Langitpun
enggan berfikir memintakan upah
atas turunnya hujan diatas
keringnya dunia.
Sebab tak ada arti
suatu pamrih bila masih tertanam





                                               KARENA KITA SENDIRIN






yaris tanpa kicauan burung, selain
hanya hujan-hujan berkepanjangan.
Kabut seperti tak pernah sedingin
ini dimusim musim yang
ditinggalkan.
Begitu sepi dan
benarlah apabila terkenangnya hari
akibat pengaruh suatu kejadian.
Namun terlahir sepi, dapat pula
karena seorang anak ditinggal
sahabatnya selamanya dalam
kesendirian.
Maka mereka akan diam, tak
mentertawai tidak juga menentang
jika benar faham kerasnya
kehidupan.
Memilih bersembunyi,
bersandar dibelakang dinding,
menangisi ironi drama pertunjukan
kenyataan.
Semoga lebih dewasa
walau jalan kedewasaan itu harus
melalui bermacam-macam
kesedihan.
Saat dilepas untuk
menyusurinya dan jangan berfikir
temui lagi kasih sayang ataupula






                                                    MUNGKIN AKU









Malam dengan ruang kosong
namun seperti sesak berjejal
tanya.
Dan masa sebagai pengintai
tiap proses walau seakan pelit
berikan jawabnya. Kemunculan suatu hal
acap kali timbulkan rasa takut
bilamana berakhir seperti yang
menghantui jiwa.
Padahal seringkali tak
menolong atau mencegah justru
ketakutannya benar datang terjadi.
Lalu adakah nama siang andai
tiada pernah dicipta sebuah
matahari?
Mungkin syarat
penyelesaian ialah sebab adanya
pelaku dan korban dengan apa
yang dipermasalahkan. Terbayangkah
seorang manusia seakan berjalan
dipaksa waktu hanya untuk
dipertemukan kepedihananya?
Atau dia diharuskan sejauhnya
berlari agar semakin berjauhan
pula orang-orang kesayangannya.
Bahwa mudah untuk salahkan
suatu keluhan apalagi bila tiada
tahu tentang bagaimana
sesungguhnya rasa sakitnya.





                                                        UNTUKMU

Ketika dunia berhenti
Ketika mentari tak mampu menyinari
Bahkan ketika puisi mulai kehilangan semua diksi
Ingatlah kawan kau tak sendiri, tak akan pernah sendiri
Masih ada aku
Aku yang menjelma darah di nadimu
Aku yang menjelma detak di jantungmu
Aku yang bersatu dengan air matamu
Aku luka, saat tak ada senyum dari bibirmu
Sesungguhnya kita itu satu meski terhalang jarak dan waktu
Kita satu dalam semu
Kawan, lihatlah
Bulan secantik wajahmu kala senyum menyambangi
Dedaunan tampak bisu menyaksikan derap langkah kaki
Kaki-kaki kecil yang terus berjalan dan akan terus berjalan
Sebab kehidupan itu perkara impian yang tentu saja mampu kau wujudkan
Jangan salahkan hidup jika tak pernah seperti yang kau mau
Jangan pernah mencaci ataupun menyalahkan diri
Dan jangan pula bersedih, karena sesungguhnya bahagia ialah apa yang tumbuh dan besar dari dalam dada
Bahagia itu sesederhana senyumanmu, untukku